By : Muis S A Pikahulan
Setiap
detail di alam semesta ini menunjukkan adanya penciptaan yang mahaagung.
Sebaliknya, materialisme, yang berupaya meng-ingkari fakta penciptaan di alam
raya, tak lebih dari kegagalan yang tidak ilmiah.
Begitu
materialisme digugurkan, semua teori yang dilandaskan pada filsafat ini menjadi
tak berdasar. Yang terpenting darinya adalah Darwin-isme, yakni, teori evolusi.
Teori ini, yang mengajukan bahwa kehidupan berasal dari materi tak hidup
melalui peristiwa kebetulan, telah dirontokkan dengan pengetahuan bahwa alam
semesta diciptakan oleh Allah. Astrofisikawan Amerika, Hugh Ross menjelaskan
hal ini sebagai berikut:
Ateisme,
Darwinisme, dan sebetulnya seluruh “isme” yang berasal dari filsafat abad ke-18
hingga 20 dibangun atas asumsi, asumsi yang keliru, bahwa alam semesta ini
tidak terbatas. Singularitas telah membawa kita berhadap-hadapan dengan sebab
atau penyebab di latar/di belakang/ sebelum alam semesta dan semua isinya,
termasuk kehidupan itu sendiri.19
Allah-lah
yang telah menciptakan alam semesta dan merancangnya hingga ke detail terkecil.
Karenanya, mustahil teori evolusi, yang berpe-gangan bahwa makhluk hidup tidak
diciptakan oleh Allah, melainkan hasil dari peristiwa kebetulan, adalah benar.
Tidak
mengagetkan, jika kita mengamati teori evolusi, kita melihat bahwa teori ini
dibantah oleh temuan-temuan ilmiah. Perancangan kehidupan sangatlah kompleks
dan menakjubkan. Di alam tak hidup, misalnya, kita dapat menjelajahi betapa
sensitifnya keseimbangan atom-atom, dan lebih jauh lagi, di alam hidup, kita
dapat mengamati dalam rancangan kompleks mana atom-atom ini dihimpun, dan
betapa luar biasa mekanisme dan struktur seperti protein, enzim, dan sel, yang
dibuat dengannya.
Rancangan
luar biasa dalam kehidupan ini menggugurkan Dar-winisme di akhir abad ke-20.
Kami telah
membahas pokok ini teramat detail dalam sejumlah kajian, dan akan terus
melakukannya. Bagaimanapun, kami pikir, dengan mempertimbangkan kepentingannya,
akan sangat membantu jika di sini pun diberikan sebuah ringkasan pendek.
Keruntuhan
Ilmiah dari Darwinisme
Walaupun
merupakan sebuah doktrin yang berawal hingga sejauh jaman Yunani kuno, teori
evolusi dikembangkan secara meluas pada abad ke-19. Perkembangan terpenting
yang membuat teori ini menjadi topik utama dari dunia sains adalah buku karya
Charles Darwin yang berjudul “The Origin of Species” yang diterbitkan pada
tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin menolak bahwa spesies-spesies makhluk hidup
yang berbeda di bumi diciptakan secara terpisah oleh Allah. Menurut Darwin,
semua makhluk hidup mem-punyai nenek moyang yang sama dan mereka bervariasi
melalui perubahan-perubahan kecil dalam waktu yang panjang.
Teori Darwin
tidak didasarkan pada temuan ilmiah konkret apa pun; seperti juga ia terima,
teori itu hanyalah sebuah “asumsi”. Lebih-lebih lagi, sebagaimana diakui Darwin
dalam bab yang panjang pada bukunya tersebut yang bertajuk “Kesulitan-Kesulitan
Teori”, teori tersebut gagal dalam menghadapi banyak pertanyaan yang kritis.
Darwin
menanamkan semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang dia harap
akan menyelesaikan “kesulitan-kesulitan teori” tersebut. Namun, berlawanan
dengan harapannya, temu-an-temuan ilmiah justru mengembangkan dimensi dari
kesulitan-kesulitan itu.
Kekalahan
Darwinisme terhadap sains dapat ditinjau dari tiga topik dasar:
1)
Teori tersebut tidak dapat dengan cara apa pun menjelaskan bagai-mana kehidupan
berawal di bumi.
2)
Tidak ada sama sekali temuan ilmiah yang menunjukkan bahwa “mekanisme evolusi”
yang diajukan teori tersebut memiliki kekuatan untuk berevolusi.
3)
Catatan fosil membuktikan hal yang sepenuhnya berlawanan dari apa yang
dikemukakan teori evolusi.
Pada bagian
ini, kita akan menguji tiga poin dasar ini dalam kerang-ka-kerangka umum.
Langkah
Pertama yang Tak Terpecahkan:
Asal-usul
Kehidupan
Teori
evolusi berhipotesa bahwa semua spesies makhluk hidup ber-evolusi dari sebuah
sel hidup tunggal yang muncul dari bumi primitif 3,8 miliar tahun yang lalu.
Bagaimana sebuah sel tunggal dapat menurunkan jutaan spesies makhluk hidup yang
kompleks, dan jika evolusi seperti itu benar-benar terjadi, mengapa jejaknya
tidak dapat diamati dalam catatan fosil adalah sebagian dari pertanyaan yang
tidak dapat dijawab teori ini. Bagaimana pun, pertama dan utama, dari langkah
pertama proses evolusioner yang diajukan, harus disidik: Bagaimana “sel
pertama” ini berawal?
Karena teori
evolusi menolak penciptaan dan tidak menerima inter-vensi ilahiah apa pun, ia
terus bertahan bahwa “sel pertama” bermula secara kebetulan dalam hukum-hukum
alam, tanpa rancangan, rencana, atau pengaturan apa pun. Menurut teori ini,
materi tak hidup mestilah telah memproduksi sebuah sel hidup sebagai hasil dari
peristiwa kebe-tulan. Ini, bagaimana pun, adalah sebuah klaim yang tidak
konsisten bahkan dengan aturan-aturan biologi yang paling tak tergoyahkan.
“Kehidupan
Datang dari Kehidupan”
Dalam
bukunya, Darwin tidak pernah merujuk kepada asal usul kehidupan. Pemahaman
sains yang primitif pada zamannya berpegang pada asumsi bahwa makhluk hidup
mempunyai struktur yang sangat sederhana. Sejak masa abad pertengahan,
gene-ratio spontanea, teori yang menyatakan bahwa materi tak hidup berkumpul
untuk membentuk organisme hidup, diterima secara luas. Diyakini secara umum
bahwa serangga berasal dari sisa-sisa makanan, dan tikus dari gandum. Percobaan
yang menarik dilaku-kan untuk menguji teori ini. Sejumlah gandum dile-takkan di
secarik kain kotor, dan dipercayai bahwa tikus akan muncul dari situ setelah
beberapa waktu.
Begitu juga,
ulat yang berkembang pada daging dianggap sebagai bukti dari generatio
spontanea. Namun, hanya beberapa waktu kemu-dian, dipahami bahwa ulat tidak
muncul pada daging secara spontan, tetapi dibawa ke sana oleh lalat dalam
bentuk larva, yang tak terlihat oleh mata biasa.
Bahkan dalam
periode ketika Darwin menulis The Origin of Species, kepercayaan bahwa bakteri
dapat muncul dari materi tak hidup diterima secara luas di dalam dunia sains.
Namun, lima
tahun setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur membuktikan
kekeliruan teori ini, yang merupakan landasan bagi evolusi. Pasteur
meringkaskan kesimpulan yang dicapainya setelah banyak penelaahan dan percobaan
yang menyita waktu: “Klaim bahwa materi tak hidup sebagai asal usul kehidupan
terkubur selamanya dalam sejarah.”20
Para pembela
teori evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang cukup lama. Namun,
begitu perkembangan sains menguraikan struktur kompleks dari sel makhluk hidup,
gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan menghadapi kebuntuan yang
lebih besar.
Upaya-Upaya yang
Tak Meyakinkan di Abad ke-20
Evolusionis
pertama yang mengangkat subjek asal usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli
biologi terkenal dari Rusia, Alexander Oparin. Dengan berbagai tesis yang
diajukannya pada tahun 1930-an, ia mencoba untuk membuktikan bahwa sel dari
makhluk hidup dapat bermula dengan peristiwa kebetulan. Kajian-kajian ini,
bagaimana pun, ditakdirkan untuk gagal, dan Oparin harus membuat pengakuan
berikut ini: “Sayangnya, asal usul sel tetaplah sebuah pertanyaan yang masih
merupakan poin tergelap dari keseluruhan teori evolusi.” 21
Evolusionis
pengikut Oparin mencoba untuk melakukan berbagai eksperimen untuk menyelesaikan
masalah asal usul kehidupan. Yang paling terkenal dari percobaan ini dila-kukan
oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller, pada tahun 1953. Dengan menggabungkan
gas-gas yang dianggapnya ada pada atmosfer bumi purba dalam sebuah upaya
eks-perimen, dan menambahkan energi kepada campuran ini, Miller menyin-tesis
beberapa molekul organik (asam amino) yang terdapat pada struktur protein.
Hampir
beberapa tahun telah berlalu sebelum terungkap bahwa percobaan ini, yang
dikemukakan sebagai sebuah langkah penting dalam evolusi, ternyata tidak absah,
atmosfer yang digunakan dalam eksperi-men tersebut sangat berbeda dengan
kondisi bumi sebenarnya. 22
Setelah
bungkam cukup lama, Miller sendiri mengakui pula bahwa kondisi atmosfer dalam
eksperimennya tidak realistis.23
Semua upaya
para Evolusionis yang diajukan sepanjang abad ke-20 untuk menjelaskan asal usul
kehidupan berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari Institut
San Diego Scripps menyetujui fakta ini dalam sebuah artikel yang diterbitkan
dalam majalah Earth pada tahun 1998:
Hari ini,
saat kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi masalah terbesar
yang tak terselesaikan yang kita punyai saat kita memasuki abad kedua puluh:
Bagaimana kehidupan bermula di bumi? 24
Struktur
Kehidupan yang Kompleks
Alasan utama
mengapa teori evolusi berakhir dengan kebuntuan be-gitu besar tentang asal usul
kehidupan adalah bahwa bahkan organisme hidup yang dianggap paling sederhana
pun memiliki struktur yang luar biasa kompleks. Sel dari makhluk hidup lebih
kompleks dari semua produk teknologi yang dihasilkan manusia. Saat ini, bahkan
dalam laboratorium paling maju di dunia, sebuah sel hidup tidak dapat
dihasilkan dengan menggabungkan materi-materi tak hidup.
Kondisi-kondisi
yang dibutuhkan untuk pembentukan sebuah sel terlalu besar jumlahnya untuk
diterangkan dengan peristiwa kebetulan. Probabilitas protein, bahan penyusun
sel, untuk tersintesis secara kebetulan adalah 1 banding 10950 untuk sebuah
protein rata-rata yang terbuat dari 500 asam amino. Dalam matematika, suatu
probabilitas yang lebih kecil dari 1 banding 1050 secara praktis dianggap
mustahil terjadi.
Molekul DNA,
yang berada di inti sebuah sel dan menyimpan infor-masi genetik, merupakan
sebuah bank data yang menakjubkan. Diper-hitungkan bahwa jika informasi yang
disimpan dalam DNA dituliskan, akan sebanding dengan sebuah perpustakaan dengan
900 jilid ensiklo-pedia setebal 500 halaman masing-masingnya.
Sebuah
dilema yang sangat menarik muncul dari poin ini: DNA hanya dapat bereplikasi
dengan bantuan sejumlah protein tertentu (enzim). Namun, sintesis dari
enzim-enzim ini hanya dapat terjadi dengan informasi yang tersimpan dalam DNA.
Karena saling tergantung, keduanya harus ada pada saat bersamaan untuk
replikasi. Ini membawa skenario bahwa kehidupan bermula dengan sendirinya
kepada jalan buntu. Prof. Leslie Orgel, seorang evolusionis terkemuka dari
Universitas San Diego, California, mengakui fakta ini dalam majalah Scientific
American edisi September 1994:
Sangat tidak
mungkin bahwa protein dan asam nukleat, yang keduanya berstruktur kompleks,
muncul secara spontan di tempat yang sama pada saat yang sama. Tetapi juga
mustahil ada yang satu tanpa yang lainnya. Maka, pada pandang pertama,
seseorang mungkin harus menyimpulkan bahwa faktanya, kehidupan tidak pernah
dapat bermula dengan cara kimiawi.25
Tak
diragukan, jika kehidupan mustahil bermula dari penyebab na-tural, maka harus
diterima pula bahwa kehidupan “diciptakan” dengan cara supernatural. Fakta ini
secara eksplisit menggugurkan teori evolusi, yang tujuan utamanya adalah
mengingkari penciptaan.
Mekanisme
Evolusi Khayalan
Poin penting
kedua yang menyangkal teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan
oleh teori ini sebagai “mekanisme evolusioner” diketahui, pada kenyataannya,
tidak memiliki kekuatan evolusioner.
Darwin
melandaskan anggapan evolusi sepenuhnya pada meka-nisme “seleksi alam”.
Kepentingan yang diletakkannya pada mekanisme ini sangat nyata pada judul
bukunya: The Origin of Species, By Means of Natural Selection ....
Seleksi alam
berpandangan bahwa makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan
kondisi alam habitatnya akan bertahan dalam pertarungan untuk hidup. Misalnya,
dalam sebuah kawanan rusa yang terancam oleh serangan bintang buas, mereka yang
mampu berlari lebih kencang akan bertahan hidup. Maka, kawanan rusa akan
terbentuk dari individu-individu yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun, tak
diragu-kan, mekanisme ini tidak akan membuat rusa berevolusi dan mengubah
dirinya menjadi spesies makhluk hidup lainnya, misalnya, kuda.
Karenanya,
mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evo-lusioner. Darwin juga
menyadari fakta ini dan terpaksa menyatakan dalam bukunya “The Origin of
Species”:
Seleksi alam
tidak dapat melakukan apa pun hingga variasi yang menguntungkan berkesempatan
terjadi.26
Pengaruh
Kuat Lamarc
Jadi,
bagaimana “variasi yang menguntungkan” ini terjadi? Darwin mencoba menjawab
pertanyaan ini dari titik tolak pemahaman sains yang primitif di zamannya.
Menurut ahli biologi Prancis, Lamarc, yang hidup sebelum Darwin,
makhluk-makhluk hidup meneruskan sifat-sifat yang mereka peroleh sepanjang masa
hidupnya kepada generasi selanjutnya, dan sifat-sifat ini, yang berakumulasi
dari satu generasi ke yang lainnya, menyebabkan terbentuknya spesies baru.
Contohnya, menurut Lamarc, jerapah berevolusi dari antilop; begitu mereka
berjuang untuk memakan daun-daun di pohon-pohon yang tinggi, leher mereka
memanjang dari generasi ke generasi.
Darwin juga
memberikan contoh-contoh yang serupa, dan dalam bukunya “The Origin of Species”
misalnya, disebutkan bahwa sejumlah beruang yang pergi ke perairan untuk
mencari makanan lama-kelamaan berubah menjadi ikan paus. 27
Namun, hukum
pewarisan sifat yang ditemukan oleh Mendel dan diakui oleh ilmu genetika yang
berkembang pada abad ke-20, meroboh-kan sama sekali legenda bahwa sifat-sifat
yang diperoleh diteruskan ke generasi berikutnya. Dengan demikian, seleksi alam
telah gagal sebagai mekanisme evolusioner.
Neo-Darwinisme
dan Mutasi
Agar
mendapatkan penyelesaian, para Darwinis mengembangkan “Teori Sintetis Modern”,
atau yang umum dikenal, Neo-Darwinisme, pada akhir 1930-an. Neo-Darwinisme menambahkan
mutasi, yang merupakan gangguan yang terbentuk dalam gen makhluk hidup karena
faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan replikasi, sebagai
“penyebab dari variasi yang menguntungkan” sebagai tambahan bagi mutasi
alamiah.
Saat ini,
model yang mempertahankan evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori ini
tetap mengajukan bahwa jutaan makhluk hidup yang ada di atas bumi terbentuk
sebagai hasil dari proses di mana banyak organ kompleks dari organisme ini
seperti telinga, mata, paru-paru, dan sayap, telah mengalami “mutasi”, yakni,
gangguan genetis. Akan tetapi, ada sebuah fakta ilmiah yang seketika
meruntuhkan teori ini sepenuh-nya: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup
berkembang; sebalik-nya, selalu merugikan mereka.
Alasannya
sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks dan pengaruh acak
hanya dapat mengakibatkan kerusakan kepadanya. Ahli genetika dari Amerika, B.G.
Ranganathan menjelaskan sebagai berikut:
Mutasi
bersifat kecil, acak, dan merugikan. Mereka jarang sekali terjadi dan
kemungkinan terbaik adalah bahwa mereka tidak berpengaruh. Keempat ciri dari
mutasi ini berimplikasi bahwa mutasi tidak dapat membawa kepada perkembangan
evolusioner. Suatu perubahan acak dalam sebuah organisme yang sangat
terspesialisasi akan tak berpengaruh, atau merugikan. Perubahan acak pada
sebuah jam tidak dapat memperbaikinya. Ia paling mungkin akan merusak jam itu
atau setidaknya tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak akan memperbaiki
sebuah kota, hanya membawa kerusakan.28
Tidak mengejutkan
bahwa sejauh ini tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni, yang teramati
mengembangkan kode genetis, dite-mukan. Semua mutasi terbukti merugikan. Telah
dipahami bahwa mutasi, yang ditampilkan sebagai sebuah “mekanisme evolusioner”,
sebenarnya merupakan peristiwa genetik yang merugikan makhluk hidup, dan
menjadikan mereka cacat (efek mutasi paling umum pada manusia adalah kanker).
Tak diragukan, sebuah mekanisme yang meru-sak tidak mungkin menjadi “mekanisme
evolusioner”. Seleksi alam, di sisi lain, “tidak dapat melakukan apa pun dengan
sendirinya”, sebagai-mana juga diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan kepada
kita bahwa tidak terdapat “mekanisme evolusioner” di alam. Karena tidak ada
meka-nisme evolusioner, tidak mungkin pula proses khayalan yang dinamakan
evolusi pernah terjadi.
Catatan
Fosil: Tidak Ada Tanda-Tanda Bentuk Antara
Bukti paling
jelas bahwa skenario yang diajukan oleh teori evolusi tidak pernah terjadi
adalah catatan fosil.
Menurut
teori evolusi, setiap makhluk hidup berasal dari pen-dahulu. Sebuah spesies
yang telah ada sebelumnya lama-kelamaan ber-ubah menjadi spesies lain dan semua
spesies muncul dengan cara seperti ini. Menurut teori tersebut, perubahan ini
terjadi secara perlahan dalam periode perubahan yang panjang.
Misalnya,
mestilah pernah hidup di masa silam sejumlah makhluk separo ikan/separo reptil
yang telah memperoleh beberapa sifat reptil sebagai tambahan atas sifat ikan
yang telah mereka miliki. Atau seharus-nya telah terdapat sejumlah
reptil-burung, yang memperoleh beberapa sifat burung sebagai tambahan atas
sifat reptil yang telah mereka miliki. Karena bentuk-bentuk ini berada dalam
fase transisi, mereka tentunya merupakan makhluk hidup yang cacat, lumpuh, dan
tidak sempurna. Para evolusionis menyebut makhluk-makhluk khayalan ini, yang
mereka percayai pernah hidup di masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika
binatang-binatang seperti itu benar-benar pernah ada, mereka seharusnya ada
jutaan dan jutaan lagi jumlah dan variasinya. Lebih pen-ting lagi, sisa-sisa
makhluk aneh ini seharusnya ada di dalam catatan fosil. Dalam The Origin of
Species, Darwin menjelaskan:
Jika teori
saya benar, tak terhitung jumlahnya varietas antara, yang menghubungkan dengan
sangat rapat semua spesies dalam grup yang sama mestilah pernah ada….
Konsekuensinya, bukti keberadaan mereka dahulu hanya dapat ditemukan di antara
sisa-sisa fosil. 29
Harapan
Darwin Hancur Berantakan
Namun,
walaupun para evolusionis telah bekerja keras mencari fosil-fosil sejak
pertengahan abad ke-19 di seluruh penjuru dunia, tidak pernah ditemukan bentuk
transisi apa pun. Semua fosil yang ditemukan dalam penggalian menunjukkan
bahwa, berlawanan dengan harapan para evo-lusionis, kehidupan muncul di bumi
secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang sempurna.
Seorang ahli
paleontologi Inggris ternama, Derek V. Ager, mengakui fakta ini meskipun ia
seorang evolusionis:
Poin yang
muncul adalah bahwa jika kita mengamati catatan fosil secara terperinci, baik
pada tingkat ordo maupun spesies, kita temukan lagi dan lagi bukanlah evolusi
bertahap, namun ledakan tiba-tiba satu kelompok makhluk hidup yang disertai
kepunahan kelompok lain. 30
Artinya,
dalam catatan fosil , semua spesies makhluk hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk
sempurna, tanpa bentuk-bentuk peralihan apa pun di antaranya. Ini sangat
berlawanan dengan asumsi-asumsi Darwin. Juga, ini merupakan bukti kuat bahwa
makhluk hidup diciptakan. Penjelasan satu-satunya dari spesies makhluk hidup
yang muncul secara tiba-tiba dan lengkap dalam setiap detail tanpa nenek moyang
evolusioner adalah bahwa spesies ini telah diciptakan. Fakta ini juga diakui
oleh ahli biologi evolusionis terkenal, Douglas Futuyma:
Penciptaan
dan evolusi, di antara mereka, muncul penjelasan yang mungkin bagi asal usul
makhluk hidup. Organisme muncul di bumi dengan sepenuhnya maju atau tidak. Jika
tidak, mereka mestilah berkembang dari spesies yang ada lebih awal dengan
proses modifikasi. Jika mereka benar-benar muncul dalam keadaan yang telah
sepenuhnya maju, mereka tentunya mestilah telah diciptakan oleh suatu
kecerdasan yang mahakuasa.31
Fosil-fosil
menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul dengan se-penuhnya maju dan dalam
keadaan sempurna di muka bumi. Ini berarti bahwa “asal usul spesies”,
berlawanan dengan perkiraan Darwin, bukanlah evolusi, tetapi penciptaan.
Kisah
Evolusi Manusia
Subjek yang
paling sering diangkat oleh para pembela teori evolusi adalah tentang asal usul
manusia. Klaim Darwinis menyatakan bahwa manusia modern hari ini berevolusi
dari sejenis makhluk menyerupai ke-ra. Selama proses evolusioner yang dianggap
ada ini, yang diperkirakan bermula 4-5 juta tahun yang lalu, diklaim bahwa
terdapat sejumlah “ben-tuk transisi” antara manusia modern dan leluhurnya.
Menurut skenario yang sepenuhnya khayalan ini, didaftar empat “kategori” dasar:
1.
Australopithecus
2.
Homo habilis
3.
Homo erectus
4.
Homo sapiens
Para
evolusionis menamakan apa yang disebut sebagai nenek mo-yang pertama manusia
yang menyerupai kera ini “Australopithecus” yang berarti “kera Afrika Selatan”.
Makhluk hidup ini sebenarnya tak le-bih dari spesies kera kuno yang telah
punah. Penelitian yang luas atas be-ragam spesimen Australopithecus oleh dua
ahli anatomi yang terkenal di dunia dari Inggris dan AS, yaitu, Lord Solly
Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa mereka tergolong
spesies kera biasa yang telah punah dan tidak memiliki kemiripan dengan
manusia. 32
Para
evolusionis menggolongkan tahap berikutnya dari evolusi ma-nusia sebagai
“homo”, yaitu “manusia”. Menurut klaim evolusionis, makhluk hidup dalam seri
Homo lebih maju daripada Australopithecus. Para evolusionis merencanakan sebuah
skema evolusi yang fantastis dengan menyusun fosil-fosil yang berbeda dari
makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini hanya khayalan karena
tidak pernah terbukti bahwa ada hubungan evolusioner antara kelas-kelas yang
ber-beda ini. Ernst Mayr, salah satu pembela teori evolusi yang terkemuka pada
abad ke-20, mengakui fakta ini dengan mengatakan bahwa “rantai yang mencapai
sejauh Homo sapiens benar-benar hilang”.33
Dengan
menyusun rantai hubungan sebagai “Australopithecus > Homo habilis > Homo
erectus > Homo sapiens”, evolusionis menyatakan bahwa masing-masing spesies
ini adalah nenek moyang spesies lainnya. Akan tetapi, temuan ahli-ahli
paleoantropologi baru-baru ini mengung-kapkan bahwa Australopithecus, Homo
habilis, dan Homo erectus hidup di belahan bumi yang berbeda pada saat
bersamaan.34
Bahkan,
suatu segmen manusia tertentu yang digolongkan sebagai Homo erectus ternyata
hidup hingga zaman modern. Homo sapiens nean-dertalensis dan Homo sapiens
sapiens (manusia modern) pernah hidup bersama di wilayah yang sama. 35
Situasi ini
jelas menunjukkan ketidakabsahan klaim bahwa mereka adalah nenek moyang bagi
yang lain. Ahli paleontologi dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould,
menjelaskan jalan buntu dari teori evolusi ini meskipun ia sendiri seorang
evolusionis:
Apa jadinya
dengan urutan yang kita susun, jika ada tiga keturunan homi-nid hidup bersama
(A. africanus, A. robustus, dan H. habilis), dan tidak satu pun dari mereka
menjadi keturunan dari yang lain? Lagi pula, tidak satu pun dari ketiganya
memperlihatkan kecenderungan evolusi semasa mereka hidup di bumi.36
Lord Solly
Zuckerman, salah satu ilmuwan yang paling terkenal dan dihormati di Inggris,
yang melakukan penelitian atas subjek ini selama bertahun-tahun, dan khususnya
mempelajari fosil Australopithecus selama 15 tahun, akhirnya menyimpulkan,
walau ia sendiri seorang evo-lusionis, bahwa kenyataannya tidak ada pohon
silsilah yang berasal dari makhluk menyerupai kera kepada manusia.
Zuckerman
juga menyusun sebuah “spektrum sains” yang menarik. Ia membentuk spektrum sains
dari yang dianggapnya ilmiah hingga tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman,
yang paling “ilmiah” tergantung pada data konkret adalah bidang kimia dan
fisika. Setelah itu biologi, kemudian diikuti ilmu-ilmu sosial. Pada ujung
berlawanan, yang dianggap paling tidak “ilmiah”, terdapat “Extra Sensory
Perception (ESP)” konsep seperti telepati dan indra keenam dan terakhir adalah
“evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:
Kita
kemudian bergerak dari kebenaran objektif langsung ke bidang-bidang yang
dianggap sebagai ilmu biologi, seperti extra sensory perception atau
interpretasi sejarah fosil manusia. Dalam bidang-bidang ini, segala sesuatu
mungkin terjadi bagi yang percaya, dan orang yang sangat percaya kadang-kadang
mampu meyakini sekaligus beberapa hal yang saling kontradiktif.37
Kisah
evolusi manusia menguap hingga tidak bersisa apa pun kecuali penafsiran penuh
praduga dari sejumlah fosil yang ditemukan oleh orang-orang tertentu, yang
menganut teori mereka secara membuta.
Kepercayaan
Materialis
Informasi
yang telah disampaikan sejauh ini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi
adalah klaim yang jelas-jelas berbeda dengan temuan-temuan ilmiah. Klaim teori
ini atas asal usul kehidupan tidak ber-sesuaian dengan sains, mekanisme
evolusioner yang diajukannya tidak memiliki kekuatan evolusioner, dan
fosil-fosil menunjukkan bahwa ben-tuk-bentuk antara yang diwajibkan teori ini
tidak pernah ada. Maka, tentu kemudian teori evolusi mesti disingkirkan sebagai
sebuah gagasan yang tidak ilmiah. Seperti inilah banyak gagasan, misalnya model
alam semes-ta dengan bumi sebagai pusat, telah dikeluarkan dari agenda sains
se-panjang sejarah.
Namun, teori
evolusi tetap disimpan sebagai agenda sains. Sejumlah orang malahan berupaya
menamakan kritisisme yang diarahkan kepada teori ini sebagai “serangan atas
sains”. Mengapa?
Alasannya
adalah bahwa teori evolusi merupakan kepercayaan dogmatis yang tak boleh
disingkirkan bagi sementara kalangan. Kalangan ini secara membuta mengabdikan
diri kepada filsafat materialis dan mengadopsi Darwinisme karena inilah
satu-satunya penjelasan materialis yang dapat dikemukakan untuk bekerjanya
alam.
Yang
menarik, mereka pun mengakui fakta ini dari waktu ke waktu. Ahli genetika
evolusionis terkenal dari Universitas Harvard, Richard C. Lewontin, mengakui
bahwa dia ”pertama dan utama adalah seorang materialis dan baru ilmuwan”:
Bukan metode
dan institusi sains yang mendorong kami menerima penjelasan material tentang
dunia yang fenomenal ini. Sebaliknya, kami dipaksa oleh keyakinan apriori kami
terhadap prinsip-prinsip material untuk menciptakan perangkat penyelidikan dan
serangkai konsep yang menghasilkan penjelasan material, betapapun bertentangan
dengan intuisi, atau membingungkan orang-orang yang tidak berpengetahuan. Lagi
pula, materialisme itu absolut, jadi kami tidak bisa membiarkan Kaki Tuhan
memasuki pintu..38
Ini
merupakan pernyataan yang eksplisit bahwa Darwinisme meru-pakan sebuah dogma
yang terus dihidupkan hanya untuk ketaatan ter-hadap filsafat materialis. Dogma
ini mempertahankan bahwa tiada keber-adaan selain materi. Oleh karena itu, ia
berargumen bahwa materi tak hi-dup dan tak berkesadaran telah menciptakan
kehidupan. Ia berkeras bah-wa jutaan spesies makhluk hidup yang berbeda-beda;
misalnya, burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pepohonan, bunga, ikan
paus, dan manusia berasal mula sebagai hasil dari interaksi antara materi
seperti hujan yang turun, petir yang menyambar, dan seterusnya, dari materi tak
hidup. Ini adalah sebuah ajaran yang bertentangan baik dengan akal sehat maupun
sains. Akan tetapi para Darwinis terus mempertahankannya tepat sebagaimana
“tidak membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu”.
Siapa pun
yang tidak memperhatikan asal usul makhluk hidup de-ngan praduga materialis
akan melihat kebenaran yang terang ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari
Sang Pencipta, Yang Mahakuasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Pencipta ini
adalah Allah, yang menciptakan seluruh alam semesta dari ketiadaan,
merancangnya dalam bentuk yang paling sempurna, dan membentuk semua makhluk
hidup.
“Mereka
menjawab: “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami keta-hui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; sesung-guhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana.” (QS. Al Baqarah, 2 : 32) !
"Mahasuci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana." (QS. Al Baqarah, 2: 32) !
Picture Text
Louis
Pasteur menggugurkan klaim bahwa “materi tak hidup dapat menciptakan kehidupan”
yang merupakan titik tolak dari teori evolusi, dengan eksperimen yang dilakukannya.
Upaya
Alexander Oparin untuk memberikan penjelasan evolusionis tentang asal usul
kehidupan berakhir dengan kegagalan besar.
Sebagaimana
juga diterima oleh sumber-sumber evolusionis, asal usul kehidupan masih
merupakan batu sandungan besar bagi teori evolusi.
Salah satu
fakta yang menghapuskan teori evolusi adalah struktur kehidupan yang luar biasa
kompleks. Molekul DNA merupakan semacam bank data yang dibentuk dari susunan
empat molekul yang berbeda dalam berbagai urutan yang berlainan. Bank data ini
mengandung kode-kode dari semua sifat fisik dari makhluk hidup. Jika DNA
manusia dituliskan, dikalkulasikan bahwa ini akan berupa sebuah ensiklopedia
yang terdiri dari 900 jilid. Tak dipertanyakan lagi, informasi yang begitu luar
biasa jelas menyangkal konsep kebetulan.
Sejak awal
abad ini, para evolusionis telah mencoba untuk menghasilkan mutasi pada lalat
buah, dan mengajukan ini sebagai contoh dari mutasi yang menguntungkan. Namun,
satu-satunya hasil yang didapat pada akhir segala upaya yang berlangsung selama
beberapa dasawarsa ini adalah lalat-lalat yang rusak, sakit, dan cacat. Di
samping adalah kepala dari seekor lalat buah normal dan di kanan adalah kepala
dari seekor lalat buah yang mengalami mutasi.
Teori
evolusi mengklaim bahwa spesies makhluk hidup secara bertahap berevolusi dari
satu ke yang lain. Catatan fosil, bagaimana pun, secara eksplisit menolak klaim
ini. Misalnya, pada Periode Kambrium, sekitar 550 juta tahun yang lalu, lusinan
spesies yang telah punah total tiba-tiba muncul. Makhluk-makhluk yang
dilukiskan pada gambar di atas ini memiliki struktur yang sangat kompleks.
Fakta ini, yang disebut sebagai “Ledakan Kambrium” dalam literatur ilmiah,
adalah bukti nyata penciptaan.
Catatan
fosil muncul seperti barikade besar di hadapan teori evolusi, karena ia
menunjukkan bahwa spesies makhluk hidup muncul secara tiba-tiba dan terbentuk
sempurna, tanpa bentuk-bentuk transisi evolusioner di antaranya. Fakta ini
merupakan bukti bahwa spesies diciptakan secara terpisah.
3 Komentar
pada : 24
April 2012
"setuju,tapi
walaupun teorinya salah, tapi kita juga harus menghargai atas penemuanya."
pencari kebenaran
pada : 30
May 2012
"Temuan
sains itu persis sampai kapanpun seperti temuan potongan potongan mainan puzzle
dan yang bisa menyatupadukannya adalah akal jadi keliru kalau deskripsi akal
dianggap bukan wilayah sains atau sesuatu yang sudah berada diluar wilayah
sains .sebagai contoh bila kita menemukan keteraturan di alam semesta dan kita
mengatakan bahwa itu berasal dari desain maka itu adalah deskripsi akal dan
salah kalau tidak dianggap ilmiah sebabpernyataan demikian memiliki bukti
konkrit,sebagai contoh : seluruh benda teknologi adalah benda yang tertata yang
terdiri dari element element yang disatu padukan dan penyatu paduan itu berasal
dari desain akal fikiran manusia sehingga suatu yang mustahil bila keterpaduan
yang ada dalam benda teknologi itu terjadi secara kebetulan.
Jadi saintis (atheistic) boleh untuk tidak membawa bawa Tuhan dengan argument bahwa sains harus terpisah dengan deskripsi yang bersifat abstrak,atau sains tak boleh masuk ke wilayah metafisis,tapi ingat bahwa mustahil bisa memahami sains secara utuh bila seorang manusia tidak memiliki serta tidak membawa atau menyertakan akalnya,dan sebagaimana kita tahu ‘akal’ adalah pengertian yang abstrak tapi seluruh umat manusia didunia meyakini keberadaannya.coba berikan potongan - potongan mainan puzzle atau sekumpulan bukti fakta empirik dunia sains kehadapan seekor kera ia tak akan bisa menyatu padukannya karena ia tidak memiliki akal.
Sains tanpa akal itu akan nampak seperti wujud benda yang acak acakan atau seperti bagan-element mesin yang belum disusun sehingga satu sama lain belum bisa saling berintegrasi.
Kita ambil contoh : Thomas alva Edison dahulu menemukan listrik tidak secara sekaligus tapi secara bertahap,bila wujud listrik yang utuh kita ibaratkan seekor gajah maka awal mulanya Edison menemukan kaki nya dahulu,lalu kepalanya, lalu badannya, dst. lalu akalnya menyatu padukan semua pengetahuan yang acak itu menjadi ilmu tentang listrik yang utuh.jadi bagaimana akal bisa dipisahkan dengan sains,sains tanpa akal akan menjadi hanya kumpulan argument-kumpulan fakta-kumpulan teori yang acak-yang terkotak kotak maka akal yang menyusunnya menjadi sebuah kesatuan pengertian kesatuan wujud konsep yang difahami.
Jadi jangan menafikan deskripsi akal dalam membahas problem sains.sehingga bila ada yang berkata: keserba teraturan alam semesta pasti berasal dari adanya desainer maka itu adalah contoh deskripsi akal yang tak bisa dan tak boleh disepelekan.masalah siapa desainer itu (?) nah itu baru sesuatu yang diluar wilayah sains biarlah manusia mencarinya sendiri. Tugas dan keterlibatan akal dalam memahami ketertataan alam semesta cukup hanya sampai pada kesimpulan bahwa keteraturan alam semesta pasti ada desainernya.(jadi jangan fobia pada pernyataan tentang adanya desainer itu hanya karena berasal dari orang yang beragama atau malah dianggap khotbah).sebab bila akal tidak membuat deskripsi demikian maka deskripsi tentang alam semesta pasti akan jatuh kepada orang yang membuat deskripsi tentang ‘kebetulan’ yang lahir dari orang yang tak memakai logika akal (hanya memakai pemikiran spekulatif).mengapa prinsip ‘kebetulan’ itu rasional (?) sebab dari kebetulan mustahil lahir ketertataan dan ketertataan mustahil lahir dari kebetulan.silahkan cari contohnya dan buat percobaan untuk membuktikan apakah dari kebetulan bisa lahir ketertaaan (?) tapi bukti bahwa ketertaaan,suatu yang sistematis berasal dari desain itu buktinya melimpah dimana mana,contoh sederhana adalah benda teknologi.
Jadi dalam penafsiran terhadap tatanan alam semesta antara evolusionis dan kreasionis mana dan siapa yang lebih menggunakan akal (?)
Atheis suka mengklaim sebagai ‘rasionalis’ dihadapan orang beragama tapi dalam mendeskripsikan alam semesta menyandarkan ketertaan alam semesta pada prinsip ‘kebetulan’ dan itu adalah keputusan atau prinsip ilmiah yang teramat sangat gegabah sebab bila dianalisis pernyataan itu jelas menghianati logika akal dan menghianati asas ilmiah yang mengharuskan ilmu harus difahami secara tertata,oleh cara berfikir yang tertata secara ilmiah dan itu hanya bisa dilakukan hanya bila manusia menyertakan akalnya.
(ketika akal kemudian menyimpulkan bahwa ketertataan alam semesta sebagai berasal dari desainer bukankah itu adalah kewajiban akal untuk merespon problem ilmu pengetahuan tentang alam senmesta ataukah akal harus diam tidak boleh membuat deskrisi atau pernyataan apa pun karena saintis tertentu fobia bila sains dibawa ke wilayah metafisika ?)
Kesimpulannya adalah : pernyataan akal sering dicurigai oleh kaum materialist ilmiah hanya karena dibelakangnya membawa bawa Tuhan.padahal kalau kita kaji kitab suci (Al qur’an khususnya sebagai kitab yang mengekplorasi akal) maka penggunaan akal itu adalah perintah Tuhan sebab manusia diberi akal untuk digunakan dalam berfikir.
Sekarang bayangkan sains tanpa akal apakah ia akan lahir apakah ia akan berkembang maju apakah ia akan bisa difahami secara konsep tual tanpa akal (?) disaat ini saintis atheistik telah menikmati hasil sains berupa melimpahnya bukti bukti ilmiah yang bersifat empiric,tapi ketika saintis tertentu berusaha menyatu padukan beragam fakta itu kedalam pengertian yang bisa difahami oleh akal (seperti konsep tentang adanya desainer itu) segolongan orang yang fobia bila sains ditafsir oleh hal yang ‘metafisis’ menolaknya padahal deskripsi demikian datang dari akal manusia karena akal selalu menuntut pengetahuan yang tertata-konstruktif (‘logis’ menurut bahasa ilmiahnya),dan akal akan menolak segala bentu ketidak tertataan - ketidak logisan atau kekacauan pemahaman (seperti konsep kebetulan yang melahirkan ketertataan).
Jadi jangan sampai sesuatu ditolak karena membawa bawa ‘Tuhan’ dan ‘agama’ padahal didalamnya adalah pernyataan yang rasional.atau jangan pernyataan yang rasional ditolak karena dibelakangnya dicurigai membawa nama ‘Tuhan’ dan ‘agama’,sebab bila demikian yang terjadi maka sains akan makin jauh dengan akal sehingga kelak sains ada dalam kekuasaan orang orang yang tidak menggunakan akal yang menggunakan serta menafsirkan sains sesuka hati bahkan membawanya kepada teori teori yang tidak masuk akal atau bahkan kedunia khayal.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bila atheis bermain logika maka orang beriman pun bisa melakukannya bila atheis menuntut bukti keberadaan Tuhan maka orang beragama berhak menuntut bukti ketidak beradaan Tuhan (ini adalah pertanyaan yang sama sama adil,berimbang,win-win apakah orang beragama tak boleh menuntut pertanyaan seperti itu sedang atheis boleh menuntut.)
"
Jadi saintis (atheistic) boleh untuk tidak membawa bawa Tuhan dengan argument bahwa sains harus terpisah dengan deskripsi yang bersifat abstrak,atau sains tak boleh masuk ke wilayah metafisis,tapi ingat bahwa mustahil bisa memahami sains secara utuh bila seorang manusia tidak memiliki serta tidak membawa atau menyertakan akalnya,dan sebagaimana kita tahu ‘akal’ adalah pengertian yang abstrak tapi seluruh umat manusia didunia meyakini keberadaannya.coba berikan potongan - potongan mainan puzzle atau sekumpulan bukti fakta empirik dunia sains kehadapan seekor kera ia tak akan bisa menyatu padukannya karena ia tidak memiliki akal.
Sains tanpa akal itu akan nampak seperti wujud benda yang acak acakan atau seperti bagan-element mesin yang belum disusun sehingga satu sama lain belum bisa saling berintegrasi.
Kita ambil contoh : Thomas alva Edison dahulu menemukan listrik tidak secara sekaligus tapi secara bertahap,bila wujud listrik yang utuh kita ibaratkan seekor gajah maka awal mulanya Edison menemukan kaki nya dahulu,lalu kepalanya, lalu badannya, dst. lalu akalnya menyatu padukan semua pengetahuan yang acak itu menjadi ilmu tentang listrik yang utuh.jadi bagaimana akal bisa dipisahkan dengan sains,sains tanpa akal akan menjadi hanya kumpulan argument-kumpulan fakta-kumpulan teori yang acak-yang terkotak kotak maka akal yang menyusunnya menjadi sebuah kesatuan pengertian kesatuan wujud konsep yang difahami.
Jadi jangan menafikan deskripsi akal dalam membahas problem sains.sehingga bila ada yang berkata: keserba teraturan alam semesta pasti berasal dari adanya desainer maka itu adalah contoh deskripsi akal yang tak bisa dan tak boleh disepelekan.masalah siapa desainer itu (?) nah itu baru sesuatu yang diluar wilayah sains biarlah manusia mencarinya sendiri. Tugas dan keterlibatan akal dalam memahami ketertataan alam semesta cukup hanya sampai pada kesimpulan bahwa keteraturan alam semesta pasti ada desainernya.(jadi jangan fobia pada pernyataan tentang adanya desainer itu hanya karena berasal dari orang yang beragama atau malah dianggap khotbah).sebab bila akal tidak membuat deskripsi demikian maka deskripsi tentang alam semesta pasti akan jatuh kepada orang yang membuat deskripsi tentang ‘kebetulan’ yang lahir dari orang yang tak memakai logika akal (hanya memakai pemikiran spekulatif).mengapa prinsip ‘kebetulan’ itu rasional (?) sebab dari kebetulan mustahil lahir ketertataan dan ketertataan mustahil lahir dari kebetulan.silahkan cari contohnya dan buat percobaan untuk membuktikan apakah dari kebetulan bisa lahir ketertaaan (?) tapi bukti bahwa ketertaaan,suatu yang sistematis berasal dari desain itu buktinya melimpah dimana mana,contoh sederhana adalah benda teknologi.
Jadi dalam penafsiran terhadap tatanan alam semesta antara evolusionis dan kreasionis mana dan siapa yang lebih menggunakan akal (?)
Atheis suka mengklaim sebagai ‘rasionalis’ dihadapan orang beragama tapi dalam mendeskripsikan alam semesta menyandarkan ketertaan alam semesta pada prinsip ‘kebetulan’ dan itu adalah keputusan atau prinsip ilmiah yang teramat sangat gegabah sebab bila dianalisis pernyataan itu jelas menghianati logika akal dan menghianati asas ilmiah yang mengharuskan ilmu harus difahami secara tertata,oleh cara berfikir yang tertata secara ilmiah dan itu hanya bisa dilakukan hanya bila manusia menyertakan akalnya.
(ketika akal kemudian menyimpulkan bahwa ketertataan alam semesta sebagai berasal dari desainer bukankah itu adalah kewajiban akal untuk merespon problem ilmu pengetahuan tentang alam senmesta ataukah akal harus diam tidak boleh membuat deskrisi atau pernyataan apa pun karena saintis tertentu fobia bila sains dibawa ke wilayah metafisika ?)
Kesimpulannya adalah : pernyataan akal sering dicurigai oleh kaum materialist ilmiah hanya karena dibelakangnya membawa bawa Tuhan.padahal kalau kita kaji kitab suci (Al qur’an khususnya sebagai kitab yang mengekplorasi akal) maka penggunaan akal itu adalah perintah Tuhan sebab manusia diberi akal untuk digunakan dalam berfikir.
Sekarang bayangkan sains tanpa akal apakah ia akan lahir apakah ia akan berkembang maju apakah ia akan bisa difahami secara konsep tual tanpa akal (?) disaat ini saintis atheistik telah menikmati hasil sains berupa melimpahnya bukti bukti ilmiah yang bersifat empiric,tapi ketika saintis tertentu berusaha menyatu padukan beragam fakta itu kedalam pengertian yang bisa difahami oleh akal (seperti konsep tentang adanya desainer itu) segolongan orang yang fobia bila sains ditafsir oleh hal yang ‘metafisis’ menolaknya padahal deskripsi demikian datang dari akal manusia karena akal selalu menuntut pengetahuan yang tertata-konstruktif (‘logis’ menurut bahasa ilmiahnya),dan akal akan menolak segala bentu ketidak tertataan - ketidak logisan atau kekacauan pemahaman (seperti konsep kebetulan yang melahirkan ketertataan).
Jadi jangan sampai sesuatu ditolak karena membawa bawa ‘Tuhan’ dan ‘agama’ padahal didalamnya adalah pernyataan yang rasional.atau jangan pernyataan yang rasional ditolak karena dibelakangnya dicurigai membawa nama ‘Tuhan’ dan ‘agama’,sebab bila demikian yang terjadi maka sains akan makin jauh dengan akal sehingga kelak sains ada dalam kekuasaan orang orang yang tidak menggunakan akal yang menggunakan serta menafsirkan sains sesuka hati bahkan membawanya kepada teori teori yang tidak masuk akal atau bahkan kedunia khayal.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bila atheis bermain logika maka orang beriman pun bisa melakukannya bila atheis menuntut bukti keberadaan Tuhan maka orang beragama berhak menuntut bukti ketidak beradaan Tuhan (ini adalah pertanyaan yang sama sama adil,berimbang,win-win apakah orang beragama tak boleh menuntut pertanyaan seperti itu sedang atheis boleh menuntut.)
"
pada : 09
September 2012
"salam
kenal. numpang komen:) :
1. Bedakan antara kajian asal usul kehidupan dengan asal usul keanekaragaman makhluk hidup. Teori evolusi mempelajari asal usul keanekaragaman, bukan asal usul kehidupan. Jadi mau asal kehidupan itu diciptakan atau "kebetulan" saja, teori evolusi tidak peduli.
2. Teori evolusi masih menjadi satu-satunya teori ilmiah yg menjelaskan keanekaragaman makhluk hidup. Teori ini belum runtuh, malah makin kokoh seiring pemakaian genetika untuk support bukti terjadinya evolusi di alam.
3. Teori evolusi itu cuma bahasan ilmiah, sama dengan teori relativitas, teori asam basa, teori gravitasi dll. Tidak ada yg mutlak dalam teori ilmiah karena selalu diupdate dengan data penelitian terbaru. Jadi, teori evolusi jangan dihantem pake kepercayaan, karena evolusi memang bukan "ajaran agama baru". Tapi pelajarilah teori evolusi layaknya mempelajari teori ilmiah yg lain dan ambil manfaatnya.
Sekian dulu, nanti klo ada kesempatan mampir lagi :)
1. Bedakan antara kajian asal usul kehidupan dengan asal usul keanekaragaman makhluk hidup. Teori evolusi mempelajari asal usul keanekaragaman, bukan asal usul kehidupan. Jadi mau asal kehidupan itu diciptakan atau "kebetulan" saja, teori evolusi tidak peduli.
2. Teori evolusi masih menjadi satu-satunya teori ilmiah yg menjelaskan keanekaragaman makhluk hidup. Teori ini belum runtuh, malah makin kokoh seiring pemakaian genetika untuk support bukti terjadinya evolusi di alam.
3. Teori evolusi itu cuma bahasan ilmiah, sama dengan teori relativitas, teori asam basa, teori gravitasi dll. Tidak ada yg mutlak dalam teori ilmiah karena selalu diupdate dengan data penelitian terbaru. Jadi, teori evolusi jangan dihantem pake kepercayaan, karena evolusi memang bukan "ajaran agama baru". Tapi pelajarilah teori evolusi layaknya mempelajari teori ilmiah yg lain dan ambil manfaatnya.
Sekian dulu, nanti klo ada kesempatan mampir lagi :)