By : Muis Pikahulan
Pengalaman ini mengubah suasana keterjajahan Ambon Kristen dari orang-orang yang dieksploitasi habis-habisan di bawah monopoli rempah-rempah menjadi orang yang bersekutu dengan Belanda. Akibat kedudukan istimewa ini, Secara ideologis banyak orang Nasrani merasa mempunyai hubungan khusus dengan Belanda, karena mempunyai kesamaan agama maupun tugas, teristimewa kemiliteran.
Bila orang-orang Ambon Nashara ikut dalam usaha-usaha kolonial, maka umat Islam Ambon tak mau ikut serta dalam usaha tersebut. Selain karena Belanda tidak merekrut mereka, umat Islam juga memang tidak mau bersekongkol dengan penjajah. Karena itu umat Islam tidak mau memasuki pendidikan dinas militer Belanda. Maka tak aneh, sampai tahun 1920-an di desa-desa Islam tidak ada fasilitas pendidikan sekuler. Wajar jika hasil sensus 1950 menunjukkan bahwa 90% umat Islam di Maluku masih buta huruf. Pengalaman sejarah orang Ambon Nashara berbeda sekali dengan pengalaman Ambon Muslim.
Orang-orang Nashara dengan bantuan pendidikan Belanda mendominasi masyarakat Ambon sedemikian rupa, sehingga banyak orang menyangka bahwa Ambon adalah daerah Kristen. Maka wajar, jika masyarakat Ambon kemudian menganggap Belanda bukan sebagai penjajah. Hal ini pula yang mengakibatkan proklamasi Kemerdekaan RI 1945, tak banyak mendapat sambutan rakyat di Maluku. Bahkan pada tanggal 24 April 1950 Dr. Soumokil memproklamirkan Republik Maluku Selatan (RMS) yang melakukan aksi politiknya secara kekerasan.
Hubungan Islam-Nasrani yang demikian tegang, diperkuat oleh kenyataan bahwa para pemimpin sipil RMS berikut serdadunya semua terdiri dari orang-orang Nashara. Sementara korban para serdadu itu banyak orang Islam. Ketakutan ini beralasan, karena jumlah umat Islam terus meningkat yang sebelumnya sekitar 35% menjadi 49% di awal Orde Baru. Perkembangan ini dianggap sebagai ancaman bagi Kristen di sana. Karena itu, ketika kerusuhan terjadi tidak mengherankan jika bendera RMS dinaikkan di berbagai tempat.
Dari sejumlah diskusi dan seminar yang terus dilakukan berbagai pihak di Ambon, dengan tema menggali potensi konflik serta pencegahannya, rasanya hanya satu solusi yang ampuh untuk mengatasinya, yakni saling menghormati sesama pemeluk agama, menahan diri dan tidak memperturutkan kebencian secara emosional dan kembali kepada nilai ajaran agama masing-masing. Sebab tidak ada satu agamapun yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk membenci dan memerangi pemeluk agama lain.
sumber :
Nama Maluku
sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yakni Al-Muluk.
Islam telah lebih dahulu meletakkan fondasi kebudayaan Ambon dengan nuansa Islami. Islam jauh lebih dahulu berkembang di Ambon. Islam mulai masuk ke daerah ini sejak abad ke-7. Sedangkan Khatolik masuk Ambon di abad ke-16 dan Protestan pada abad ke-17. Sangat disayangkan, buku sejarah telah diselewengkan. Dalam sejarah yang ditulis Belanda, hubungan Arab-Indonesia pada abad-abad awal itu dihilangkan lalu dibuat seolah-olah Hindu dan China lebih dahulu yang datang ke Maluku. Padahal Thomas Arnold dalam buku “The Preaching of Islam”, menjelaskan yang masuk lebih awal adalah bangsa Arab. Nama Maluku sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yakni Al-Muluk. Penamaan yang bernuansa Arab itu dikarenakan yang membuat peta daerah Maluku adalah para sarjana geografi Arab. Namun setelah Belanda masuk, kata tersebut dirubah menjadi Maluku.
Di Maluku, sebelum kedatangan bangsa Eropa, Islam berkembang pesat, kerajaan Islam berdiri tegar, seperti Ternate, Tidore. Jadi Islam sebenarnya bukan agama baru di Maluku. Sejak abad ke-7 sampai abad ke-11 Maluku sangat ramai dikunjungi saudagar-saudagar Arab, Persia dan Gujarat. Selain berdagang mereka juga menyebarkan Islam sampai kepada raja-raja Maluku. Pada abad XV di bawah pengaruh Sultan Ternate,Tidore dan Hitu, Islam berkembang dengan pesat pada hampir seluruh pulau-pulau Maluku. Islam masuk dengan jalan damai, dan penuh kesejukan, tanpa kekerasan
Disusul kemudian bangsa Eropa yang datang ke Maluku, yakni Portugis di tahun 1511. Selain mengeruk kekayaan alamnya, mereka juga memperkenalkan agama Kristen. Seterusnya pada tahun 1605 Belanda yang menganut Kristen Protestan merebut benteng Portugis dan mengusirnya. Ketika terjadi perang reformasi di Eropa, orang Belanda yang Protestan memerangi dan membasmi orang-orang Portugis yang Katolik. Karena itu, sampai tahun 1950 agama Protestan menjadi dominan di Ambon.
Ensiklopedi Indonesia menyebutkan bahwa selama menjajah, Belanda juga menyebarkan agama Kristen, sebagaimana pedagang Arab yang menyebarkan Islam. Penduduk Ambon yang mau memeluk Kristen mendapat perlakuan istimewa dari Kolonial Belanda. Masyarakat Kristen Ambon lebih berkesempatan dalam pendidikan dan lowongan kerja sebagai tentara dan pegawai Belanda.
Berdasarkan sejarah di atas, dapat diketahui bahwa masyarakat Maluku sudah lama terintegrasi dalam sistem politik Belanda. Sejak itu beribu-ribu orang Ambon Nasrani meninggalkan kampung halaman untuk bekerja pada dinas militer maupun sipil di seluruh Nusantara. Mereka dipekerjakan sebagai Serdadu Kolonial dalam menguasai wilayah-wilayah Nusantara yang belum ditaklukkan. Pengalaman penyerbuan Belanda ke Aceh pada 1873 adalah bagian dari pengalaman orang-orang Ambon yang terkooptasi oleh penjajah Belanda.
Islam telah lebih dahulu meletakkan fondasi kebudayaan Ambon dengan nuansa Islami. Islam jauh lebih dahulu berkembang di Ambon. Islam mulai masuk ke daerah ini sejak abad ke-7. Sedangkan Khatolik masuk Ambon di abad ke-16 dan Protestan pada abad ke-17. Sangat disayangkan, buku sejarah telah diselewengkan. Dalam sejarah yang ditulis Belanda, hubungan Arab-Indonesia pada abad-abad awal itu dihilangkan lalu dibuat seolah-olah Hindu dan China lebih dahulu yang datang ke Maluku. Padahal Thomas Arnold dalam buku “The Preaching of Islam”, menjelaskan yang masuk lebih awal adalah bangsa Arab. Nama Maluku sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yakni Al-Muluk. Penamaan yang bernuansa Arab itu dikarenakan yang membuat peta daerah Maluku adalah para sarjana geografi Arab. Namun setelah Belanda masuk, kata tersebut dirubah menjadi Maluku.
Di Maluku, sebelum kedatangan bangsa Eropa, Islam berkembang pesat, kerajaan Islam berdiri tegar, seperti Ternate, Tidore. Jadi Islam sebenarnya bukan agama baru di Maluku. Sejak abad ke-7 sampai abad ke-11 Maluku sangat ramai dikunjungi saudagar-saudagar Arab, Persia dan Gujarat. Selain berdagang mereka juga menyebarkan Islam sampai kepada raja-raja Maluku. Pada abad XV di bawah pengaruh Sultan Ternate,Tidore dan Hitu, Islam berkembang dengan pesat pada hampir seluruh pulau-pulau Maluku. Islam masuk dengan jalan damai, dan penuh kesejukan, tanpa kekerasan
Disusul kemudian bangsa Eropa yang datang ke Maluku, yakni Portugis di tahun 1511. Selain mengeruk kekayaan alamnya, mereka juga memperkenalkan agama Kristen. Seterusnya pada tahun 1605 Belanda yang menganut Kristen Protestan merebut benteng Portugis dan mengusirnya. Ketika terjadi perang reformasi di Eropa, orang Belanda yang Protestan memerangi dan membasmi orang-orang Portugis yang Katolik. Karena itu, sampai tahun 1950 agama Protestan menjadi dominan di Ambon.
Ensiklopedi Indonesia menyebutkan bahwa selama menjajah, Belanda juga menyebarkan agama Kristen, sebagaimana pedagang Arab yang menyebarkan Islam. Penduduk Ambon yang mau memeluk Kristen mendapat perlakuan istimewa dari Kolonial Belanda. Masyarakat Kristen Ambon lebih berkesempatan dalam pendidikan dan lowongan kerja sebagai tentara dan pegawai Belanda.
Berdasarkan sejarah di atas, dapat diketahui bahwa masyarakat Maluku sudah lama terintegrasi dalam sistem politik Belanda. Sejak itu beribu-ribu orang Ambon Nasrani meninggalkan kampung halaman untuk bekerja pada dinas militer maupun sipil di seluruh Nusantara. Mereka dipekerjakan sebagai Serdadu Kolonial dalam menguasai wilayah-wilayah Nusantara yang belum ditaklukkan. Pengalaman penyerbuan Belanda ke Aceh pada 1873 adalah bagian dari pengalaman orang-orang Ambon yang terkooptasi oleh penjajah Belanda.
Wajar
jika hasil sensus 1950 menunjukkan bahwa
90% umat Islam di Maluku masih buta huruf
Pengalaman ini mengubah suasana keterjajahan Ambon Kristen dari orang-orang yang dieksploitasi habis-habisan di bawah monopoli rempah-rempah menjadi orang yang bersekutu dengan Belanda. Akibat kedudukan istimewa ini, Secara ideologis banyak orang Nasrani merasa mempunyai hubungan khusus dengan Belanda, karena mempunyai kesamaan agama maupun tugas, teristimewa kemiliteran.
Bila orang-orang Ambon Nashara ikut dalam usaha-usaha kolonial, maka umat Islam Ambon tak mau ikut serta dalam usaha tersebut. Selain karena Belanda tidak merekrut mereka, umat Islam juga memang tidak mau bersekongkol dengan penjajah. Karena itu umat Islam tidak mau memasuki pendidikan dinas militer Belanda. Maka tak aneh, sampai tahun 1920-an di desa-desa Islam tidak ada fasilitas pendidikan sekuler. Wajar jika hasil sensus 1950 menunjukkan bahwa 90% umat Islam di Maluku masih buta huruf. Pengalaman sejarah orang Ambon Nashara berbeda sekali dengan pengalaman Ambon Muslim.
Orang-orang Nashara dengan bantuan pendidikan Belanda mendominasi masyarakat Ambon sedemikian rupa, sehingga banyak orang menyangka bahwa Ambon adalah daerah Kristen. Maka wajar, jika masyarakat Ambon kemudian menganggap Belanda bukan sebagai penjajah. Hal ini pula yang mengakibatkan proklamasi Kemerdekaan RI 1945, tak banyak mendapat sambutan rakyat di Maluku. Bahkan pada tanggal 24 April 1950 Dr. Soumokil memproklamirkan Republik Maluku Selatan (RMS) yang melakukan aksi politiknya secara kekerasan.
Hubungan Islam-Nasrani yang demikian tegang, diperkuat oleh kenyataan bahwa para pemimpin sipil RMS berikut serdadunya semua terdiri dari orang-orang Nashara. Sementara korban para serdadu itu banyak orang Islam. Ketakutan ini beralasan, karena jumlah umat Islam terus meningkat yang sebelumnya sekitar 35% menjadi 49% di awal Orde Baru. Perkembangan ini dianggap sebagai ancaman bagi Kristen di sana. Karena itu, ketika kerusuhan terjadi tidak mengherankan jika bendera RMS dinaikkan di berbagai tempat.
Dari sejumlah diskusi dan seminar yang terus dilakukan berbagai pihak di Ambon, dengan tema menggali potensi konflik serta pencegahannya, rasanya hanya satu solusi yang ampuh untuk mengatasinya, yakni saling menghormati sesama pemeluk agama, menahan diri dan tidak memperturutkan kebencian secara emosional dan kembali kepada nilai ajaran agama masing-masing. Sebab tidak ada satu agamapun yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk membenci dan memerangi pemeluk agama lain.
Wah artikel yg menrik sdkt menambah wawasan sejrah maluku sbg putra maluku.namun klo boleh tau Jika memang islam di maluku telah ada sejak abad ke 7 kira kira sipakah para ulama yg mula mula membwa islam di maluku...
BalasHapus