By : Muis S A Pikahulan
Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil
atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur
Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum. Teori Friedman tersebut dapat
kita jadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum Ilegal Loging.
Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai
sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang
mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law),
bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).
Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau
sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga
telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon)
dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan
peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini
mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya
asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan “tidak ada suatu
perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”.
Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila
perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan.
Teori Lawrence Meir Friedman
yang Kedua : Struktur Hukum/Pranata Hukum: Dalam teori Lawrence
Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan
bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum
berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum
dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia
et pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan).
Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang
kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan
perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik
maka keadilan hanya angan-angan.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum
mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak
faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan
lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan
peran penting dalam memfingsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi
kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila
peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya
masalah masih terbuka.
Teori Lawrence Meir Friedman
yang Ketiga: Budaya Hukum: Kultur hukum menurut Lawrence
Meir Friedman (2001:8) adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah
suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan
kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan
tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat
mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat
terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Baik substansi hukum, struktur hukum
maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan
tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan
yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
boleh minta softcopy-nya? tolong kirim ke yuukwahyu@gmail.com
BalasHapus